Industri film, yang seringkali dianggap sebagai dunia dominasi pria, kini mulai merasakan kehadiran para sutradara wanita yang dengan tekad dan kreativitasnya mengubah lanskap perfilman global. Meskipun jalan yang mereka tempuh penuh tantangan, namun menurut prestonsturges, sutradara wanita telah membuktikan bahwa suara mereka dalam bercerita memiliki dampak yang besar, baik dalam hal narasi, karakterisasi, maupun representasi sosial.
Perjuangan di Dunia yang Dikuasai Pria
Salah satu tantangan terbesar bagi sutradara wanita adalah masuk ke dalam industri yang sebagian besar dipimpin oleh pria. Dari sisi statistik, proporsi sutradara wanita di Hollywood dan industri film besar lainnya masih terbilang rendah. Menurut data dari berbagai lembaga penelitian, kurang dari 20% sutradara dalam industri film dunia adalah wanita. Banyak yang berpendapat bahwa ini lebih karena adanya bias struktural, stereotip gender, dan kurangnya akses terhadap peluang yang setara.
Para sutradara wanita sering kali harus berjuang keras untuk mendapatkan pengakuan, bahkan meskipun karya mereka memiliki kualitas yang setara atau lebih baik dari sutradara pria. Tak jarang, mereka juga harus menghadapi keraguan tentang kemampuan mereka hanya karena gender. Sebagai contoh, saat Kathryn Bigelow berhasil meraih Oscar untuk Sutradara Terbaik melalui film The Hurt Locker (2008), dia menjadi wanita pertama yang memenangkan penghargaan bergengsi itu—suatu pencapaian yang luar biasa mengingat sebelumnya hanya ada beberapa wanita yang bahkan masuk nominasi.
Pencapaian yang Membuka Pintu Lebih Lebar
Meskipun tantangan besar, beberapa sutradara wanita telah berhasil menembus batasan tersebut dan menciptakan karya-karya yang tak hanya mendapat pengakuan, tetapi juga memberikan pengaruh besar dalam perkembangan seni perfilman.
Salah satu nama yang tak bisa dilewatkan adalah Ava DuVernay, yang dikenal melalui karyanya yang kuat dan penuh makna seperti Selma (2014) dan 13th (2016). DuVernay tidak hanya dikenal karena kualitas karyanya, tetapi juga karena komitmennya untuk mempromosikan keberagaman dan inklusivitas di dalam industri film. Dengan Selma, DuVernay berhasil menyoroti perjuangan hak suara bagi warga kulit hitam di Amerika, sementara 13th mengkritik masalah sistem peradilan yang diskriminatif terhadap komunitas minoritas. Keberhasilan DuVernay membuka jalan bagi sutradara wanita kulit hitam dan sutradara dari kelompok minoritas lainnya untuk mendapatkan kesempatan yang lebih besar dalam pembuatan film.
Selain itu, Greta Gerwig dengan film Lady Bird (2017) dan Little Women (2019) menunjukkan bahwa sutradara wanita mampu menghadirkan narasi yang segar dan menyentuh hati, dengan karakter-karakter yang sangat kuat dan kompleks. Lady Bird, yang juga merupakan karya pribadi Gerwig, mendapat banyak pujian karena kedalaman emosi dan penggambaran kehidupan remaja perempuan yang realistis. Film ini menjadi bukti bahwa film yang berfokus pada pengalaman perempuan juga dapat dinikmati oleh banyak orang tanpa mengurangi kualitasnya.
Chloé Zhao, yang memenangkan Oscar untuk Sutradara Terbaik lewat film Nomadland (2020), membawa nuansa baru dalam dunia film dengan gaya sinematiknya yang puitis dan penuh perasaan. Film Nomadland menggambarkan kehidupan para nomaden modern di Amerika Serikat dengan penuh empati dan keindahan visual, dan keberhasilan Zhao membuktikan bahwa sutradara wanita mampu menghasilkan karya-karya yang berbicara tentang isu sosial sekaligus menawarkan perspektif yang unik.
Tantangan Lainnya: Stereotip dan Pengaruh Sosial
Selain tantangan struktural dalam industri, sutradara wanita juga sering kali dihadapkan dengan stereotip gender yang mengarah pada anggapan bahwa film-film yang mereka buat cenderung lebih emosional atau berfokus pada isu-isu “feminin”. Padahal, banyak sutradara wanita yang berhasil menciptakan film-film dengan berbagai genre, mulai dari aksi, drama, hingga fiksi ilmiah.
Contohnya, Patty Jenkins dengan Wonder Woman (2017), yang bukan hanya sebuah film superhero yang penuh aksi, tetapi juga berhasil membawa tema pemberdayaan perempuan ke dalam alur cerita. Wonder Woman sukses secara komersial dan kritis, sekaligus membuktikan bahwa film dengan tokoh utama perempuan bisa sangat berhasil di pasar global yang didominasi oleh film-film pria.
Selain itu, ada juga Lina Wertmüller, sutradara Italia yang dikenal dengan film Seven Beauties (1975). Wertmüller menjadi wanita pertama yang dinominasikan untuk penghargaan Sutradara Terbaik Oscar, dan film-filmnya sering kali mengangkat tema-tema sosial, politik, dan kemanusiaan dengan cara yang unik dan provokatif.
Mendorong Perubahan
Keberhasilan sutradara wanita tidak hanya terbatas pada karya mereka, tetapi juga pada perubahan yang mereka bawa ke dalam dunia perfilman. Mereka berperan sebagai katalisator untuk perubahan dalam industri, menginspirasi lebih banyak perempuan untuk mengejar karir di bidang yang sempat mereka anggap tertutup. Banyak organisasi, seperti Women in Film, yang mendukung dan mendorong perempuan untuk terus berkarya dan berinovasi dalam dunia yang sebelumnya lebih banyak dikuasai pria.
Selain itu, kesadaran akan pentingnya keberagaman dalam film semakin meningkat, dengan banyak studio besar yang kini mulai memberi ruang bagi lebih banyak suara perempuan, terutama dari latar belakang yang berbeda. Langkah ini adalah sebuah kemenangan besar yang dihasilkan dari perjuangan panjang para sutradara wanita.
Menatap Masa Depan
Meskipun perjalanan para sutradara wanita masih jauh dari sempurna, pencapaian-pencapaian yang telah diraih menunjukkan bahwa perubahan memang mungkin terjadi. Mereka tidak hanya membuktikan bahwa karya seni mereka layak dihargai, tetapi juga bahwa mereka memiliki kekuatan untuk membentuk bagaimana cerita dikisahkan di layar lebar.
Dengan semakin banyaknya sutradara wanita yang muncul dengan karya-karya orisinal dan berani, tidak diragukan lagi bahwa industri film akan terus berkembang menjadi lebih inklusif dan beragam. Bagi para wanita muda yang bercita-cita menjadi sutradara, dunia perfilman kini memiliki lebih banyak jalan terbuka, berkat kontribusi para pelopor yang sudah lebih dulu berjuang.